Langkah Pertama

Bismillah…

Senin 18 Juli 2016 merupakan salah satu hari yang mungkin akan saya catat sebagai hari penting dalam hidup saya –sebagai seorang mamah-. Hari pertama Mba Khansa sekolah. Sekolah Taman Kanak-Kanak kelas A, TK nol kecil kalau bahasa jadulnya. 

Jauh hari sebelum hari itu tiba, perasaan saya ngga jelas. Berbeda dengan Mba Khansa yang semangat, tidak sabar ingin segera sampai di hari itu, saya malah mellow2 sendiri. Senang sih, tapi kok ya sedih. Sedih, tapi kok ya ngga sabar ingin beli ini itu perlengkapan sekolahnya πŸ˜€ 
Kenapa sih sedih?? 

Ah pasti sudah bisa ditebak. Iya, karena ego saya sebagai seorang mamah yang di rumah, ngga rela rasanya si balita kesayangan cepat besar. Sejak lahir, 24 jam sama2, 7 hari dalam seminggu. Sekarang, harus merelakan 3 jam berpisah. 

Tanggal 18-20 Juli dihitung sebagai masa adaptasi sekolah. Jam belajar belum full, hanya 1.5 jam saja dan hanya diisi kegiatan senang2. 

Diawali berbaris di lapangan berdasarkan kelas masing2, perkenalan kepala sekolah dan dewan (bunda) guru, berdoa dan bernyanyi. Semua kelas berpartisipasi dalam kegiatan ini. Di hari pertamanya Mba Khansa agak merengek minta mamah ikut baris. Jadilah saya salah satu mamah2 yang ikut berbaris cantik di lapangan :D. Alhamdulillah ayahnya sudah mengajukan izin sebelumnya untuk mengantar anak hari pertama sekolah, jadi saya tak perlu kerepotan masalah si bayi 2 tahun (baca: Dede Raras πŸ˜‰ ).

Selanjutnya semua anak semua kelas berpindah lokasi ke ruang aula. Alhamdulillaaaah walau melewati negosiasi yang cukup alot antara saya dan si Mba, dia bersedia masuk ruang aula tanpa saya buntuti –mamah terharu-. Sempat 2-3 kali saya mengintip ke ruang aula, nyempil diantara kerumunan ortu2 lain yang juga mengintip, ternyata sedang menonton dvd kartun syamil diikuti (ceritanya mah) diskusi yang dipimpin salah satu bunda guru tentang pesan moral apa yang terkandung di cerita yang mereka baru saja saksikan. 

Selesai kegiatan di aula, semua berpindah lokasi ke kelas masing2. Sebelum bubar dari aula, para ortu yang ngintip2 tadi diminta untuk turun ke lantai 1, supaya si anak tidak berubah mood kemudian minta kabur ketika lihat ortunya. 

Ketika Mba Khansa di kelas, saya sempat satu kali menunggu di depan kelasnya. Mamah kepo anaknya ngapain, hehe. Ternyata memang benar belum mulai pembelajaran, mereka hanya bermain bersama, ada satu box besar mainan yang mereka bongkar bersama. Sang bunda sedang luar biasa sibuk menenangkan dua anak laki-laki yang nuangisss, salah satunya bahkan menendang2 pintu kelas dari dalam. Ya Allah… terimakasih atas kemudahan yang Engkau berikan. –astagfirullahaladzim seketika mamah merasa berdosa dan sangat bodoh sempat agak bete ketika Mba minta ditemani saat baris di lapangan-

Alhamdulillah hari pertama sekolahnya dilalui dengan mudah, pun hari2 berikutnya hingga hari ini. 
Yang membuat seru perjalanan saya mengantar dan menunggu Mba Khansa sekolah adalah kehadiran si bayi 2 tahun kesayangan yang setia menemani. 

Iya, Dede Raras ikut, setiap hari. Resiko di rumah tanpa ART, dan saya pun memang tidak pernah igin meninggalkan anak hanya dengan ART saja di rumah. Mamah paranoidan. Si bayi seringnya lebih bersemangat di rutinitas pagi dibandingkan Mbanya yang sekolah. Sering dia lebih dulu selesai mandi dan sarapan dari si Mba, alhamdulillah kebaikannya itu kemudian jadi dorongan untuk Mbanya. 

Naik apa ke sekolah??

Naik motor dooonk πŸ˜‰ mamah sudah bisa bawa motor, sampai pos satpam perumahan. Heheheheheee… Ke sekolah dilanjutkan dengan ngangkot. Pun sebaliknya ketika pulang, angkot dilanjutkan dengan motor. 

Pada awalnya saya membayangkan keribetan yang sangat ketika tau kami harus ngangkot. Ayahnya belum mengizinkan saya membawa motor ke jalan besar karena baru hitungan bulan belajar motor –lagian belum punya SIM mah!!!-. 

Bukan hanya soal SIM, keamanan anak2 selama perjalanan di motor yang menjadi alasan utama saya masih mengangkot. Saya memasang tiga, eh dua target (yang satu dikubur dulu sehubungan kendala dompet) sebelum saya full antar jemput Mba Khansa menggunakan motor. 

1. Punya SIM, yang entah kapan saya bisa lulus kalau ujian SIM ; D

2. Beli kursi bonceng BELAKANG untuk si Mba, alhamdulillah sudah punya β™‘β™‘β™‘. InsyaAllah saya buat cerita di postingan lain ya. 

3. (Yang saya kubur) beli kursi bonceng DEPAN untuk Dede Raras. Dikarenakan kondisi dompet yang lagi lengket, ngga bisa dibuka saking tipisnya, yang ini sementara disubstitusi oleh gendongan hanaroo. Alhamdulillah selama seminggu ini yang saya rasakan nyaman saja dengan Dede digendong nemplok dada dengan hanaroo. 
Inilah sedikit cerita tentang langkah pertama Mba Khansa menempuh kewajibannya sebagai hamba Allah untuk menuntut ilmu. Cerita langkah pertama saya sebagai seorang ibu dalam mendukung anaknya menuntut ilmu. Cerita Dede Raras sebagai seorang tim horeeeee πŸ˜€
Alhamdulillah 

​
-febrinayw-

About rinarintowardani

nyonya rochmadi, mamahnya mba khansa & dede raras
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

2 Responses to Langkah Pertama

  1. Semangat Mama Rinaaa… jadi ikut deg-degan pas baca ceritanya… aaaakk nanti juga tiba giliran aku ngantar Akmal sekolah, kayaknya tahun depan deh πŸ˜€

Leave a comment